Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia menanjak sepanjang pekan lalu. Penguatan masih dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan akibat pengenaan sanksi AS terhadap Iran. Dilansir dari Reuters, Senin (8/10), harga minyak mentah berjangka Brent naik sekitar 1,4 persen secara mingguan menjadi US$84,16 per barel. Pada Rabu lalu, harga Brent sempat menembus level US$86,74 per barel. Harga tersebut merupakan yang tertinggi sejak akhir 2014 lalu. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar 1,3 persen secara mingguan menjadi US$74,34 per barel. Tren percepatan laju kenaikan kedua harga acuan tersebut telah terjadi sejak pertengahan Agustus 2018 lalu. Tapi, kenaikan harga minyak pada pekan lalu terbatas oleh pernyataan Arab Saudi dan Rusia yang bakal mengerek produksinya demi menutupi potensi berkurangnya produksi dari Iran.
Sebagai informasi, AS menjatuhkan sanksi pada sektor perminyakan Iran. Dalam sanksi tersebut, pemerintah AS menginginkan pemerintah negara lain maupun perusahaan di seluruh dunia berhenti membeli minyak dari Iran. Sanksi yang berlaku mulai 4 November nanti tersebut diberikan demi menekan Iran melakukan renegosiasi ulang perjanjian nuklir mereka. Banyak analis memperkirakan pengenaan sanksi AS terhadap Iran bakal menggerus pasokan minyak Iran dari pasar sekitar satu juta barel per hari. Dalam laporan Bloomberg yang dikutip Reuters, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menekankan bahwa kerajaan tengah memenuhi komitmen untuk menutup kekurangan pasokan dari Iran. Saat ini, Arab Saudi memproduksi minyak sekitar 10,7 juta barel per hari (bph) dan akan menambah sekitar 1,3 juta bph jika pasar membutuhkannya. Sumber dari kalangan pelaku usaha menyatakan, India akan membeli sembilan juta barel dari Iran pada November mendatang. Hal itu mengindikasikan bahwa importir minyak terbesar ketiga di dunia itu akan tetap membeli minyak mentah dari Iran. Bank AS Jefferies menyatakan saat ini pasokan minyak dunia cukup untuk memenuhi kebutuhan permintaan.
Namun, kapasitas cadangan global terus berkurang ke level terendah yang pernah dicatat oleh perusahaan. Direktur Analisis Global S&P Global Platts Chris Midgely melihat harga akan sedikit menguat hingga akhir tahun. Pernyataan tersebut disebutnya saat menghadiri Pertemuan Tahunan S&P Global Platts beberapa waktu lalu. Menurut Midgely, secara fundamental harga tertinggi Brent ada di level US$70 per barel tetapi realitasnya masih di atas level tersebut. Karenanya, harga kemungkinan akan melemah semester pertama 2019 sebelum kembali menguat sebesar US$4 hingga US$5 barel pada paruh kedua tahun depan seiring antisipasi pasar terhadap aturan pengiriman minyak mentah yang akan berlaku pada 2020. Di AS,BakerHughes mencatat jumlahrig berkurang dua pada pekan yang berakhir 5 Oktober 2018. Hal itu disebabkan oleh kenaikan biaya dan penyumbatan pada jaringan pipa di lapangan minyak terbesar AS telah menghambat aktivitas pengeboran baru sejak Juni 2018 lalu. Di pasar portofolio, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) mencatat pengelola investasi global memangkas kombinasi jumlah kontrak berjangka dan opsi di New York dan London sebesar 13.459 kotrak menjadi 333.109 kontrak pada pekan yang berakhir 2 Oktober 2018. (sfr/agt) Let's block ads! (Why?) October 08, 2018 at 01:59PM via CNN Indonesia https://ift.tt/2RxXz7V |
No comments:
Post a Comment