Liputan6.com, Bali - Di Bali pekan ini, para menteri keuangan dari penjuru dunia akan bertemu dalam Pertemuan IMF-World Bank 2018.
Tahun ini mereka akan dihadapkan tentang sejumlah tantangan dan 'awan mendung' ekonomi global, yang dipengaruhi oleh kebijakan Presiden Donald Trump dan perseteruannya dengan China di sektor perdagangan, hingga sejumlah isu lainnya.
Ketika para menteri keuangan, gubernur bank sentral, akademisi dan sejumlah delegasi bersiap untuk melakukan perjalanan ke Bali untuk pertemuan tahunan tersebut, optimisme tentang masa depan ekonomi dunia berada pada titik surut yang rendah.
Pada hari Selasa, IMF akan memperbarui World Economic Outlook - sebuah laporan pengecekan ekonomi dunia - dan telah memperingatkan bahwa efek dari meningkatnya utang dan perang dagang mempengaruhi proyeksi ekonomi global, demikian seperti dikutip dari The Guardian's Observer (8/10/2018).
Pekan lalu, Kepala IMF, Christine Lagarde, mengatakan prospek ekonomi global "telah menjadi kurang cerah", meski proyeksi selama musim panas menunjukkan akan ada pertumbuhan 3,9 persen untuk 2018 dan 2019.
Pertemuan IMF-World Bank 2018 di Bali pekan ini akan menawarkan atmosfer yang berbeda jika dibandingkan dengan edisi tahun lalu di Washington --pada saat ketika dunia mengalami periode pertumbuhan ekonomi terkuat sejak krisis ekonomi 2007-2008.
Menambah komentar Lagarde, ada peringatan pekan lalu dalam laporan stabilitas keuangan global IMF, yang mengatakan bahwa ada risiko krisis keuangan lain yang disebabkan karena pemerintah dan regulator gagal menerapkan reformasi untuk melindungi sistem.
Lagarde mengatakan bahwa sementara ekspansi ekonomi global berjalan pada laju tercepat dalam tujuh tahun, namun, ada tanda-tanda perlambatan. Pada bulan September, aktivitas pabrik global menurun sebagai akibat dari perubahan dalam kebijakan perdagangan dengan AS --dan Donald Trump menerima kritik akan hal itu.
Meningkatnya penggunaan hambatan perdagangan (trade barriers) yang diterapkan sejumlah negara, juga telah mengakibatkan penurunan impor dan ekspor, kata Lagarde. Investasi dan output manufaktur juga telah terpukul.
Penyebabnya, karena Trump secara konsisten telah memperjuangkan kesepakatan perdagangan sepihak dalam upaya untuk memajukan agenda "America First"-nya.
"Sejarah menunjukkan bahwa, meski kita tergoda untuk swasembada ekonomi, negara-negara harus menolak panggilan itu. Karena, seperti yang dikatakan legenda Yunani, itu justru membuat kapal (negara) karam," kata Lagarde seperti dikutip dari The Guardian's Observer.
Bulan lalu, Trump mengintensifkan perang dagangnya dengan China dengan memberlakukan tarif dagang baru pada barang-barang Tiongkok yang tiba di AS senilai US$ 200 miliar.
Beijing menanggapi dengan menetapkan tarif dagang balasan atas produk-produk AS senilai US$ 60 miliar. Kedua negara juga memberlakukan aksi saling balas tarif senilai US$ 50 miliar pada masing-masing barang sejak awal tahun ini --sebuah isu yang diharapkan akan dibahas secara komprehensif pada Pertemuan IMF-World Bank 2018, agar tercipta sebuah solusi.
Simak video pilihan berikut:
No comments:
Post a Comment