Jakarta, CNN Indonesia -- Juru kampanye pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin, Mukhamad Misbakhun menilai kubu pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terlalu naif mengaitkan penundaan kenaikan harga BBM jenis premium oleh pemerintah dengan kontestasi Pilpres 2019. Menurutnya, penundaan kenaikan harga premium dilakukan lantaran pemerintah melihat kenaikan dolar dan harga minyak dunia masih ditangani dengan risiko fiskal yang sudah diprediksi. "Terlalu naif kalau penundaan kenaikan BBM dikaitkan dengan kontestasi Pilpres," ujar Misbakhun dalam pesan singkat, Rabu (10/10). Misbakhun justru menyebut penundaan harga premium merupakan bentuk komitmen ekonomi Jokowi untuk memastikan bahwa semua harga kebutuhan pokok tetap terjangkau. Ia menganggap kubu Prabowo-Sandiaga kerap mempolitisasi semua hal tanpa memperhatikan substansi.
Tindakan politisasi isu itu, kata Misbakhun, karena kubu Prabowo-Sandiaga miskin konsep dan dangkal dalam membangun narasi program."Akibatnya semua dijadikan bahan kritik dan polemik di ruang publik karena kehilangan narasi besar membangun negara," ujarnya.
Misbakhun menganggap kubu Prabowo kerap mempolitisasi isu Jokowi. (CNN Indonesia/Yuliyanna Fauzi) | Sebelumnya, Waketum Gerindra Arief Poyuono menilai Jokowi takut kalah di Pilpres 2019 jika menaikkan harga BBM."Jokowi panik, dia takut kalah karena kebijakan menaikkan harga BBM terutama premium akan membuat dia tidak populer," ujar Arief saat dihubungi.
Juru Bicara PSI, Dedek Prayudi sementara itu menegaskan bahwa kebijakan penundaan kenaikan harga BBM jenis premium menandakan bahwa Jokowi tak ingin membuat rakyat kecil mengalami kesusahan.Pernyataan Gerindra yang menyebut penundaan kenaikan harga premium karena kepanikan Jokowi yang takut kalah di Pilpres 2019 dinilai tak objektif dalam melihat persoalan. "Jokowi memikirkan nasib rakyat dan tidak ingin membuat rakyat susah, terutama rakyat bawah dan industri yang mengkonsumsi premium," kata Dedek saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Dedek menilai upaya Jokowi menunda kenaikan BBM itu karena ada hitung-hitungan secara ekonomi Sejumlah faktor seperti persoalan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan persoalan daya beli menjadi alasan mengapa Jokowi membatalkan kenaikan tersebut. "BBM bersubsidi jika dinaikkan ini dampaknya langsung ke rakyat miskin dan rakyat rentan miskin. Tentunya pak Jokowi tidak ingin itu terjadi," kata Dedek. Pemerintah sebelumnya menyatakan harga BBM jenis premium naik di wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali) naik dari Rp6.450 menjadi Rp7.000 per liter. Sementara, untuk harga jual Premium di luar Jamali naik dari Rp6.400 menjadi Rp6.900 per liter. Namun, belakangan kenaikan harga premium ini ditunda lantaran Pertamina disebut belum siap. (jps/gil) Let's block ads! (Why?) October 11, 2018 at 04:22PM via CNN Indonesia https://ift.tt/2CBBrVJ |
No comments:
Post a Comment