Jakarta, CNN Indonesia -- Tenaga Kerja Indonesia (TKI), terutama yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di negara lain berpotensi besar tak bisa menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum (Pemilu). Pasalnya, mereka seringkali mengalami berbagai hambatan ketika ingin memilih. Siti Badriah, mantan asisten rumah tangga yang pernah bekerja di Brunei Darussalam dan Malaysia menceritakan pengalaman dirinya dan sejumlah rekan lain yang berprofesi sama. "Untuk temen-temen yang bekerja di rumah tangga memang banyak kesulitan ya," kata Siti dalam forum diskusi yang digelar di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (7/10). Misalnya, kata Siti, para TKI harus izin kepada majikan jika ingin pergi ke tempat pemungutan suara (TPS). Kalau tidak diizinkan oleh majikan, otomatis mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya.Opsi lain, para pekerja beralih menggunakan jasa pengiriman via pos demi menggunakan hak pilihnya. Namun, cara itu juga masih menimbulkan masalah. Biasanya, majikan rumah lupa memberi surat suara yang harus digunakan oleh asisten rumah tangganya. Sehingga lagi-lagi, para TKI itu tak bisa menggunakan hak pilihnya. "Surat suara yang lewat pos biasanya ke rumah majikan itu sudah terlambat atau majikan ngasihnya itu sudah terlambat. Ketika sudah di coblos atau dicontreng dan mau dikembalikan ke kedutaan itu sudah terlambat, jadi gak dihitung lagi," tutur Siti. "Ada juga majikannya tidak tahu itu surat apa. Makanya kadang gak dikasihin kalo sudah lama atau sudah selesai waktu penghitungan total, rekapitulasi kemudian baru dikasih. Ada juga yang seperti itu," ucapnya.Menurut dia, pihak kedutaan perlu berkomunikasi dengan para majikan mengenai hal ini. Dengan begitu, WNI yang menjadi asisten rumah tangga di luar negeri tetap bisa menggunakan hak suaranya. "Harusnya ada upaya memberikan informasi dan penjelasan kepada majikan bahwa ini penting, maka harus ngasih waktu ke asisten rumah tangga untuk bisa memilih. Jadi, tidak hanya sosialiasi kepada pekerja, imigran saja tapi kepada majikannya juga," kata dia. Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemilu Luar Negeri Wajid Fauzi mengaku masih mencari formulasi merespons masalah ini. Misalnya terkait sosialisasi kepada majikan para TKI, hal ini terhalang aturan negara setempat. Di sejumlah wilayah, kata dia, bahkan ada aturan lokal yang melarang orang asing mengetuk pintu warganya kecuali sudah membuat jadwal pertemuan atau janji.Kedutaan Besar Republik Indonesia sudah meminta Kementerian Luar Negeri setempat untuk membantu menyampaikan imbauan kepada warganya yang mempekerjakan TKI agar memberikan izin kepada TKI untuk pergi ke TPS. "Problemnya itu di luar negeri, sosialisasinya tidak mudah dilakukan," ujarnya. Untuk diketahui, 23 September-13 April 2019 merupakan masa kampanye bagi para peserta pemilu 2019. Kemudian, tahap masa tenang akan berlangsung selama tiga hari, yakni 14-16 April 2019. Setelah itu, pencoblosan akan dilaksanakan pada keesokan harinya, yakni 17 April 2019. (fhr/lav) Let's block ads! (Why?) October 08, 2018 at 09:39AM via CNN Indonesia https://ift.tt/2y5U14J |
No comments:
Post a Comment